Ads.

Jumat, 19 September 2025

Detektif Rio: Jejak Darah di Surabaya – Mengungkap Misteri Mutilasi

 

Hujan baru saja reda ketika Detektif Rio tiba di Jalan Lidah Wetan, Lakarsantri, Surabaya. Aroma amis bercampur lembap menyengat begitu ia melangkah masuk ke kamar kos nomor 4. Polisi sudah memasang garis kuning, tetapi bayangan tragedi tetap terasa.

Di dalam kamar, potongan tubuh manusia tersimpan dalam koper, baskom, hingga lemari es kecil. Lebih dari seratus potongan tubuh ditemukan di ruangan sempit itu. Sementara 70 potongan lainnya sudah lebih dulu tercecer di hutan Mojokerto.

“Korban bernama Tiara Angelina Saraswati, 25 tahun, alumni Manajemen Universitas Trunojoyo Madura. Tinggal di sini bersama kekasihnya, Alvi Maulana, 24 tahun, lulusan Informatika kampus yang sama. Mereka menikah siri,” jelas Ajun Komisaris Fauzy Pratama dari Polres Mojokerto.

Rio menunduk, memperhatikan koper yang berisi tubuh yang tak lagi utuh. “Ini bukan sekadar pembunuhan karena emosi. Ada pesan psikologis dalam mutilasi ini,” gumamnya.


Jejak Awal Pengungkapan

Kasus bermula dari laporan warga bernama Suliswanto di Pacet-Cangar, Mojokerto. Saat mencari rumput untuk ternak, ia menemukan potongan tubuh manusia. Polisi segera mengidentifikasi sidik jari korban menggunakan MAMBIS (Mobile Automated Multi-Biometric Identification System), dan hasilnya cocok dengan data e-KTP milik Tiara.

Dari identitas korban, penyidik bergerak cepat. Minggu dini hari, mereka menggerebek kos Alvi dan menemukan fakta mengerikan: kamar itu berubah jadi ruang eksekusi.


Motif dan Rekonstruksi

Dalam interogasi, Alvi berucap lirih, “Aku lelah. Tiara menuntut hidup mewah. Aku hanya ojek online. Malam itu, dia tak mau bukakan pintu. Aku gelap mata.”

Setelah mencekik hingga korban tewas, Alvi memutilasi tubuh Tiara dengan pisau dapur dan gergaji kecil. Sebagian potongan ia buang dengan motor di Mojokerto, sisanya ia simpan di kamar kos.

Psikolog kriminal menyimpulkan Alvi tak sekadar panik, tetapi mengalami ledakan frustasi bercampur obsesi. Mutilasi dilakukannya bukan hanya untuk menghilangkan jejak, melainkan juga bentuk pelampiasan kemarahan.


Ancaman Hukum

Kasus ini dijerat Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman mati, seumur hidup, atau penjara 20 tahun. Ditambah Pasal 181 KUHP tentang penyembunyian jenazah.

Rio menyampaikan ke media, “Ini bukan hanya kriminal biasa. Ini tragedi kemanusiaan. Mutilasi adalah cara ekstrem seseorang menghapus jejak, tapi juga memperlihatkan kedalaman luka batin pelaku.”


Catatan Gelap: Kasus Mutilasi di Indonesia

Rio lalu membandingkan kasus ini dengan beberapa peristiwa serupa yang pernah mengguncang Indonesia:

  1. Kasus Bekasi 2019 – Seorang perempuan dimutilasi dan potongan tubuhnya dimasukkan ke dalam dua koper di Hotel Kalibata City. Pelaku adalah kekasihnya sendiri yang sakit hati soal utang.

  2. Kasus Kalibata City 2020 – Seorang pria bernama Rinaldi dipotong-potong tubuhnya dan disembunyikan di apartemen setelah dijebak melalui aplikasi kencan.

  3. Kasus Banyuanyar Solo 2023 – Potongan tubuh laki-laki ditemukan di saluran irigasi. Motifnya dendam lama bercampur masalah ekonomi.

  4. Kasus Pasuruan 2024 – Seorang istri membunuh lalu memutilasi suaminya karena mengalami kekerasan rumah tangga bertahun-tahun.

“Pola mutilasi selalu sama,” kata Rio dalam konferensi pers. “Pelaku ingin menutupi identitas korban, menghapus jejak, atau melampiaskan amarah. Tapi sejarah kriminal menunjukkan: sekeras apapun mencoba menghapus jejak, kebenaran selalu menemukan jalannya.


Renungan Detektif Rio

Berdiri di depan kamar kos yang kini kosong, Rio menghela napas panjang. “Cinta bisa jadi pelindung, tapi juga bisa jadi pisau yang menusuk balik. Jika ekonomi, ego, dan dendam bercampur, cinta berubah jadi bencana.”

Malam itu, Surabaya menyimpan catatan gelap baru. Dan Detektif Rio kembali menyadari: tugasnya bukan hanya mengungkap siapa pelaku, tetapi juga mengingatkan masyarakat betapa rapuhnya manusia di hadapan amarah dan luka batin.


By. @Septadhna


Tidak ada komentar: